Sunday , August 23 2020
Home / Guide / Semua yang Perlu Diketahui tentang Pajak Atas Transaksi Properti di Indonesia

Semua yang Perlu Diketahui tentang Pajak Atas Transaksi Properti di Indonesia

Bagi Anda pembeli properti, mulai dari rumah, apartemen, kavling, ataupun ruko, wajib mengetahui tentang pajak yang harus Anda bayar. Banyak orang yang terlibat dalam transaksi properti tersebut tidak mengetahui tentang pajak tersebut. Baik penjual, pembeli, maupun notaris sering tidak mengetahui jumlah mana yang harus dijadikan dasar perhitungan pajak-pajak terkait properti tersebut.

Padahal, jika dilakukan dengan sengaja, tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai tax evasion dan merupakan tindakan melawan hukum. Jika tidak ingin mendapatkan KP (Surat Ketetapan Pajak) dan dikenakan sanksi atau denda, maka mulailah mempelajari pajak properti yang berlaku di Indonesia seperti yang dijelaskan oleh situs resmi pajak.go.id.

Kenapa kepemilikan atas tanah dan bangunan perlu dipajaki?
Menurut situs eddiwahyudi, hal ini tidak terlepas dari fungsi pajak properti sebagai salah satu bagian sumber penerimaan negara dan digunakan untuk membiayai pembangunan dan fungsi regulasi dimana pajak properti digunakan sebagai alat untuk mengatur perkembangan pasar propeti.

Pajak-pajak yang terkait dengan penjualan properti dari penjual (baik developer maupun penjual properti bekas) kepada pembeli (pemakai langsung dan tidak untuk dijual kembali), paling tidak ada dua jenis: Pajak Penghasilan (PPh) Final dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Apabila properti yang dijual tersebut termasuk properti yang dikategorikan sebagai barang mewah, maka akan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Selain itu ada lagi jenis-jenis pajak lainnya, diantaranya adalah seperti yang kami kutip dari Facebook Pajak Bumi dan Bangunan dan Liputan 6 ini:

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) adalah pajak yang dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (dalam hal ini pemilik properti), baik masih berupa tanah, maupun setelah dikembangkan menjadi beragam bentuk bangunan seperti rumah, ruko, dan lain-lain. PBB adalah pajak bersifat kebendaan, secara umum besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik properti). Tagihannya dikeluarkan pemerintah setiap bulan Maret, melalui aparat desa setempat, dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).

Pembayarannya harus dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan setelah SPPT diterbitkan ke loket-loket terdekat yang disediakan, atau ke kantor-kantor bank yang ditunjuk pemerintah. Setelah melakukan pembayaran, simpan bukti pembayarannya. Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan wajib pajak belum membayar, maka akan didenda 2 persen per bulan hingga maksimal 24 bulan.

Dasar Penghitungan PBB telah diatur dalam Pasal 6 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No.12 Tahun 1994 jo. PP Nomor 25 Tahun 2002, dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP,) yaitu suatu persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. NJKP ditetapkan serendah-rendahnya 20 persen dan setinggi-tingginya 100 persen. Besaran persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.

Cara perhitungan PBB:

PBB = 0,5% dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
NJKP = 20% dari Nilai Jual Objek Kena Pajak (NJOPKP) untuk properti dengan NJOP dibawah Rp. 1 miliar dan 40% untuk NJOP diatas 1 miliar
NJOPKP = NJOP – NJPOKTP. Perlu dicatat, besarnya NJOPTK ini berbeda-beda setiap daerah.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) akan dikenakan kepada pembeli dan dibayarkan ketika terjadi peralihan hak atau penandatanganan akta jual beli di Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT. Dalam penjelasan lain, BPHTB adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Bea ini dikenakan ke semua transaksi properti, baik properti baru maupun lama yang dibeli langsung dari developer atau peorangan. Besarnya tarif pajak BPHTB ini adalah sebesar 5 (lima) persen yang dikenakan ke pemilik atau pembeli rumah. Tapi, ada batasan jumlah yang harus dibayarkan, yaitu di atas Rp 30 juta.

Apa saja yang termasuk objek pajak BPHTB ini? Objek pajaknya adalah perolehan hak atas tanah dan bangunan oleh pribadi atau badan, yang juga meliputi jual beli, tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, hadiah, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum, hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan pajak dan di luar pelepasan hak.

Pembayaran dapat dilakukan di Bank yang ditunjuk sebagai tempat pembayaran pajak dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat.

Cara menghitung BPHTB adalah sebagai berikut :
BPHTB = (Harga Jual – Faktor Tidak Kena Pajak*) x 5%
*) Keterangan: Faktor Tidak Kena Pajak di setiap daerah berbeda-beda.

Pajak Penghasilan Bersifat Final (PPh Final)

Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang penjualnya merupakan perseorangan dan status sertifikatnya adalah Sertifikat Hak Milik jumlahnya lebih dari Rp 60 juta. Penjual yang merupakan perusahaan atau propertinya adalah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) tidak dikenakan PPh Final jika transaksi di bawah Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah).

Sama dengan BPHTB, PPh Final dibayarkan ketika terjadi peralihan hak atau penandatanganan akta jua beli di Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Pembayaran dapat dilakukan di Bank yang ditunjuk sebagai tempat pembayaran pajak dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat.

Besarnya PPh adalah 5 (lima) persen dari jumlah bruto nilai penghasilan atas hak atas tanah dan bangunan. Sedangkan pengalihan hak atas Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh wajib pajak, yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh Final sebesar 1 persen dari nilai pengalihan.

Cara menghitung PPh Final adalah sebagai berikut :

PPh Final = Harga Jual x 5%

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN atas penjualan properti dikenakan terhadap kegiatan penjualan bangunan baik berupa rumah, apartemen, kondominium maupun jenis-jenis lainnya. PPN terutang pada saat pembayaran uang muka maupun pada saat pelunasan pembelian.

PPN hanya dikenakan satu kali, yaitu ketika membeli properti baru, baik dari developer maupun perorangan dan dipungut oleh penjual dengan catatan, penjual adalah Pengusaha Kena Pajak dan penjualan properti melebihi Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah). PPN dipungut pada saat penerimaan uang muka maupun pelunasan dan dibayarkan selambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.

Jika membeli dari developer, maka pembayaran dan pelaporan biasanya dilakukan melalui developer. Tapi, jika membeli dari perorangan, pembayaran dilakukan sendiri setelah transaksi.

Yang menjadi dasar pengenaan PPN tersebut adalah nilai transaksi sebenarnya, namun apabila nilai transaksi tersebut di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), maka yang menjadi dasar tarifnya adalah NJOP tersebut.

Penyerahan bangunan tersebut tidak seluruhnya terutang PPN. Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah dibebaskan dari pengenaan PPN.

Menentukan apakah suatu bangunan masuk dalam kategori rumah murah atau tidak harus memperhatikan surat Menteri Negara Urusan Perumahan Rakyat kepada Menteri Keuangan RI No.60/BT.01.01/M/4/1985 tanggal 9 April 1985, yaitu :

  • Harga jual bangunan rumah per meter persegi tidak melebihi 75% dari harga rumah dinas kelas C di daerah yang bersangkutan. Pedoman harga per meter persegi rumah dinas kelas C ditetapkan oleh Bappenas dan Departemen Keuangan setiap tahun anggaran.
  • Harga jual tanah matang per meter persegi tidak melebihi perhitungan luas bangunan rumah dikalikan harga jual tertinggi bangunan per meter persegi dan dibagi dengan luas kavling.
  • Harga jual rumah beserta tanah adalah 2 (dua) kali luas bangunan rumah dikalikan dengan harga jual tertinggi bangunan rumah per meter persegi.

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Untuk pembelian rumah dengan kategori mewah, selain dikenakan PPN, pembeli akan dikenakan juga PPnBM. Kategori produk properti yang dikenakan PPnBM antara lain produk apartemen, town house, rumah mewah, kondominium. Atas penjualan properti-properti yang disebut, pembeli akan dikenakan tarif sebesar 20 persen.

PPnBM tidak berlaku untuk transaksi antar perorangan dan hanya dikenakan untuk properti yang dibeli dari developer dan memenuhi kriteria sebagai barang mewah. Mulai tanggal 1 Juni 2009, bangunan yang terutang PPnBM hanya berdasarkan luas bangunan, yaitu luas bangunan di atas 350 meter persegi.

Contoh Skema dan Alur Pajak Transaksi Properti

Berikut ini adalah skema pajak dimulai dari ketika developer membeli tanah untuk kemudian mengembangkan tanah tersebut.

skema pajak properti
Sumber: Eddiwahyudi.com

 

Jika terjadi transaksi pengalihan tanah, maka dua hal akan terjadi:
– Pemilik tanah akan membayar PPh final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan sebesar 5% dan
– Pembeli (dalam hal ini developer) akan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5% pula.

Apabila kemudian pihak developer mengembangkan tanah tersebut menjadi:

  1. Kavling siap bangun dan menjualnya ke konsumen A, maka konsumen A akan membayar BPHTB sebesar 5% dan PPN sebesar 10%,
  2. Apartemen/town house dengan kriteria tertentu dan menjualnya ke konsumen B, maka konsumen B akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan PPnBM 20%,
  3. Perumahan dan menjualnya ke konsumen C, maka konsumen C akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan PPnBM 20%(bila memenuhi kriteria yang dipersyaratkan).

Demikian informasi mengenaji pajak atas transaksi properti, semoga membuat Anda semakin mengerti. Untuk mempelajari hal-hal lainnya seputar dunia properti, buka Blog Rukamen.

Sumber: Blog Eddi Wahyudi, Liputan6, Situs Pajak Indonesia.

About Fely Tan

i paint with words

Check Also

Contoh Surat Perjanjian Jual Beli Ruko

Contoh Surat Perjanjian Jual Beli Ruko

Surat perjanjian pembelian antara penjual dan pembeli dibuat ketika dua pihak berkumpul, di mana satu …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *